Jakarta memang kota segala ada. Mulai dari fasilitas sampai makanan, semua tersedia di Jakarta. Sayangnya, karena segala ada itu, Jakarta seperti kehilangan khasnya. Maka dari itu, biasanya warga Jakarta suka kebingungan ketika ditanyakan makanan atau oleh-oleh khas Jakarta. Akan tetapi, belakangan ini mulai ramai dibicarakan oleh-oleh kekinian khas Jakarta. Uniknya, oleh-oleh ini bukanlah produk khas dari daerah tertentu. Satu diantara oleh-oleh kekinian khas Jakarta itu adalah Pisang Goreng Bu Nanik.
Bu Nanik awalnya membuka usaha katering sejak tahun 1994. Usaha kateringnya ini terbilang cukup sukses. Bu Nanik sendiri menjadi katering yang memasok makanan untuk hotel-hotel berbintang di Jakarta. Nah diantara semua bahan yang dipasok tersebut, pisang menjadi salah satu buah yang seringkali dibuang. Hal ini karena kondisi pisang sudah terlalu matang, sehingga tidak lagi enak dipandang. Dari pisang-pisang yang tidak diambil tersebut, Bu Nanik membuat olahan pisang goreng dan sale pisang yang memang menjadi kegemaran keluarganya.
Namun naas, ibunda Bu Nanik menderita diabetes. Oleh karena itu, sang bunda meminta agar Bu Nanik tidak lagi memberikan tambahan gula pada olahan pisang yang dibuatnya. Bu Nanik akhirnya memiliki ide untuk menambahkan campuran madu pada adonan pisang goreng yang dibuatnya. Karena pisang yang digunakan sudah matang dan ada campuran madu dalam adonannya, alhasil bentuk pisang goreng yang dibuat jadi lebih cokelat dan menyerupai gosong.
Awalnya menu pisang goreng madu itu ditambahkan ke dalam cemilan katering Bu Nanik, terutama untuk para karyawan hotel. Karena menyerupai gosong, Bu Nanik bahkan pernah diprotes oleh hotel-hotel tersebut dan diminta untuk tidak memasukkan menu itu lagi. Tidak menyerah, Bu Nanik berkali-kali menjelaskan bahwa pisang gorengnya bukan gosong, melainkan ada campuran madu sehingga terlihat gosong. Bu Nanik juga rajin mengikuti bazaar dan event serta memberikan tester atas produk buatannya.
Kesabaran dan ketekunan Bu Nanik tidak sia-sia. Suatu hari, ada karyawan hotel yang memesan pisang goreng madu buatannya sebagai cemilan untuk acara hajatan pribadi. Berangkat dari situ, perlahan-lahan pisang goreng madu Bu Nanik mulai dikenal. Ketika akhirnya pesanan pisang goreng madu Bu Nanik mulai cukup besar, beliau dan keluarga akhirnya berdiskusi dan memutuskan untuk berhenti usaha katering dan berfokus pada jualan pisang goreng madu.
Bu Nanik sendiri mengaku banyak mengandalkan media sosial dan internet untuk usaha pisang goreng madu miliknya. Anak-anaknya bertanggung jawab di bagian promosi dan pemasaran menggunakan media sosial serta e-commerce.
Pengaruh media sosial dan e-commerce membuat pisang goreng Bu Nanik terkenal tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga ke luar Jakarta. Makanan pisang goreng yang terhitung makanan tradisional itu kemudian menjelma menjadi oleh-oleh kekinian khas Jakarta. Rasanya yang enak, familiar, dan tahan di suhu ruang selama beberapa jam, membuatnya menjadi buah tangan yang pas bagi mereka yang di luar Jakarta. Kini, produksi pisang goreng yang awalnya hanya beberapa sisir saja sudah mencapai hampir lima peti setiap harinya. Akan tetapi Bu Nanik hingga saat ini enggan membuka cabang karena mempertimbangkan kualitas.
Itulah tadi kisah ketekunan Bu Nanik dalam mengembangkan bisnis pisang goreng yang dimilikinya. Meskipun produk yang kita jual tidak umum, tapi jika memiliki kualitas yang bagus diiringi dengan keyakinan dan ketekunan, tentunya akan menjadi bisnis yang berhasil. Meskipun demikian, menjual produk yang tidak umum berarti kita harus siap dengan penolakan dan bagaimana caranya mengubah persepsi orang terhadap produk kita.